Kamis, 03 Mei 2012

UPACARA ADAT “CEPROTAN”



Upacara adat ceprotan dimulai dari pagi hari, hingga hari berikutnya. Namun rombongankami datang pada pukul 15.00 sehingga disini saya hanya melaporkan apa yang saya lihat dan informasi yang saya dapat di lapangan.
Berikut adalah rangkaian upacara adat “ceprotan”
1.      Gejog lesung
Tujuh orang ibu-ibu memukul mukul lesung dengan alu dengan irama tertentu. Sederhana. Dan monoton, seperti kebanyakan musik tradisi, namun terdengar sakral. Lalu muncullah beberapa penari perempuan. Beberapa saat kemudian muncul seorang nenek tua yang memegang tongkat. Ia adalah simbol dari dewi sri, yang sudah semakin renta. Disini sebuah pesan sengaja dimunculkan, agar manusia selalu menjaga kelestarian bumi yang sudah semakin tua. Ekspoitasi besar besaran, kebakaran hutan, penebangan hutan, semuanya membuat keadaan memburuk.

2.      Tari Gambyong
Kemudian acara dilanjutkan dengan tari gambyong. Tarian ini dibawakan oleh para gadis. Tarian gambyon adalah tarian selamat datang atau tarian pembuka yang bisa ditarikan untuk menyambut tamu. Dahulu, sebelum upacara Ceprotan seramai sekarang dan masih murni sebuah upacara tanpa unsure hiburan, tarian Gambyong masih belum dimasukkan dalam rangkaian upacara.

3.      Tari tayub
Ada hal yang menarik ketika rangkaian upacara ini berlanjut pada tari ayub. Biasanya tari Tayub ditarikan oleh pasangan muda mudi karena tari tayub merupakan tarian pergaulan. Namun pada rangkaian upacara adat ceprotan, tari tayub dibawakan oleh bapak-bapak yang berumur lebih dari 50 tahun. Mereka tidak menarikan tari tayub dengan gemulai dan indah, namun lebih kea rah “serius” untuk melengkapi ritual dan berkesan sacral.

4.      Prosesi ceprotan
“prosesi” ceprotan adalah upacara inti dari seluruh rangkaian upacara. Pertama tama, seorang sesepuh dan satu orang pemimpin upacara membacakan babad desa Sekar yang ditulis oleh kyai Godek. Saya sempat mencatat bunyi babad tersebut yang dibawakan dengan tembang macapat:


Desa Sekar babad Sekartaji
Dak ing babad alas dadi desa
Kyai Godek iku dalane
Kabeh mau pyai luhur
Usuk harga diri
Babad alas alas dadi pinisepuh
Asal mulane ceprotan marga
Banyu kang nyiprat
Saka banyuning klapa
Saiki hari jadine
Ceprotan dileluri amprih lestari
Ujud dadi kabejan jawa tmur

Setelah tembang macapat selesai dinyanyikan, kedua orang tersebut menceritakan lebih detail tentang asal mula desa sekar, dan asal mula upacara rotual “ceprotan” berlangsung.
Kemudian, dimulaiah prosesinya. Para pemuda dibagi dalam dua kubu, kanan dan kiri. Para pemuda  dari dua arah tersebut berdiri dibelakang pagar bambu sambil memegang kelapa. Lalu masuklah sepasang “pengantin” lengkap dengan domas dan pengdiring yang membawa “ingkung” dan sesaji. Mereka berjalan di tengah lapangan. Doa doa mulai dikumandangkan, para “dukun” mulai membakar kemenyan dan menebar bunga. Lalu ketika par airing iringan berada tepat di tengah, para pemuda dari kedua sisi melempar kelapa untuk merebut ingkung dan sesaji yang dibawa oleh pengiring. “prosesi” berakhir ketika salah satu pihak telah berhasil merebut ingkung dan sesaji dari pengiring.
5.      Wayang kulit
“prosesi” ceprotan berakhir kira kira pukul 19.00 WIB. Kami rombongan ISI YOGYAKARTA bersiap pulang. Namun rangkaian upacara Ceprotan belum berakhir. Masih ada wayang yang akan digelar semalam suntuk.

6.      Doa penutup meminta hujan
Doa penutup akan dilaksanakan pada pagi hari sesudah wayang kulit semalam suntuk berakhir.

EKSISTENSIALISME DAN ABSURDISME


Eksistensialisme dan Absurdisme adalah satu paham yang muncul setelah dan selama perang dunia ke 2. Dimana pada saat itu dalam pandangan para filsuf dan dramawan semua berhak melakukan apa yang dimau. Ketika mereka melihat pembunuhan, kekejaman dimana-mana, dan kekuasaan yang seolah-olah mutlak. Maka timbul suatu pemikiran bahwa setiap nyawa berhak melakukan segala hal, sebuah kebebasan mutlak. Bukan lagi dengan berdoa, meminta pada Tuhan, atau mempercayai nasib. Semua harus diperjuangkan. Bahkan setiap manusia bebas untuk menentukan nilai-nilai  yang ia anut. Menetapkan kebenaran dan keburukannya sendiri. Namun ketika kebebasan mutlak tersebut didapat, maka akan muncul sebuah permasalahan baru. Ketika kebebasan seseorang berbenturan denga kebebasan orang lain. Maka Jean Paul Sartre, salah satu tokoh eksistensialis terkenal mengatakan keterbatasan yang timbul akibat kebebasan mutlak itu ada dua, yaitu:
1.       Kekuasaan orang lain
Salah satu hal yang bisa menghilangkan kebebasan mutlak seseorang adalah kekuasaan orang lain. Seseorang yang membunuh, berarti menghilangkan kebebasan seseorang untuk hidup. Seseorang yang memperbudak orang lain, berarti telah menghilangkan kebebasan orang lain untuk hidup merdeka.
2.       Kematian
Hal kedua yang menghilangkan kebebasan mulak adalah kematian. Adanya kematian yang selalu dan pasti datang kepada manusia dianggap menhilangkan kebebasan karena, seseorang tidak lagi memilioki kendali untuk menolak datangnya kematian. Distulah kebebasan mutlak manusia terenggut.
Eksistensialisme membuka pemikiran manusia untuk menemukan kembali jati dirinya. Mengungkapkan otentisitas mendasar manusia, menyusun sendiri nilai-nilai yang dianutnya, menentukan kebaikan dan keburukannya sendiri, memilih sendiri sikapnya.
Inilah konsep yang mendasari lahirnya paham absurdisme dan eksistensialisme:
1.       Pemberontakan
Sebuah pemikiran yang lahir karena adanya pemberontakan di dalam batin dan pemikiran tentang segala hal yang terjadi.  Ketika segala sesuatu dipertanyakan. Ketika segala akibat dipertanyakan sebabnya. Ketika sebua reaksi yang lahir dipertanyakan aksi sebelumnya. ketika manusia tidak lagi menganggap “biasa” terhadap segala sesuatu, namun merupakan sebuah hal yang pasti memilik penjelasan.
2.       Perjuangan
Seperti pada mitos Sisipus, yang menceritakan tentan seseorang yang dihukup untuk mendorong batu yang sangat besar ke puncak gunung, batu itu selalu menggelinding kembali setelah mencapai puncak. Begitu seterusnya. Seperti itulah fase hidup manusia, segala sesuatu butuh perjuangan, dan hal itu berulang-ulang namun tak pernah sama karena peristiwa yang terjadi dalam hidup manusia adalah sekali dan sesaat.
3.       Keberadaan
Keberadaan manusia Di dunia ini diakui hanya jika ia telah melakukan sesuatu. Jika tidak, maka tidak akan pernah ada suatu pengakuan keberadaan dirinya. Oleh karena itu pemikiran, teori karya adalah sesuatu hal yang harus dihasilkan manusia untuk mendapatkan pengakuan keberadaan dirinya.


NASKAH “SEBUAH SALAH PAHAM” KARYA SAMUEL BECKETT SEBAGAI SALAH SATU NASKAH EKSISTENSIALIS
Di dalam naskah “Sebuah Salah Paham” ada dua tokoh, yaitu si Buta dan si Lumpuh. Mereka berdua dengan keterbatasan masing-masing merupakan simbol yang dimunculkan beckett atas realitas yang terjadi dan apa yang menjadi pemikirannya. Disini ketidaksempurnaan dunia dimunculkan sebagai simbol dialog antara dua tokoh. Mereka berbicara tentang banyak hal, tentang keterbatasan, harapan, kematian, Tuhan, doa, kehadiran orang lain, masa lalu, musik, dan kemungkinan kedatangan orang lain.
Hal-hal seperti itu merupakan masalah yang menarik. Salah satunya, tentang kematian. Ketika si B atau Si Lumpuh bertanya kepada si Buta mengapa ia tidak membiarkan dirinya mati saja. Lalu Si Buta menjawab bahwa ia masih cukup bahagia. Si Lumpuh tetap bersikerao bertanya, bukankah memang lebih baik jika Si Buta mati saja, toh tidak ada bedanya. Akhirnya Si Buta menjawab bahwa iapun pernah memikirkan hal itu, namun setelah ia berfikir lagi sepertinya ia cukuup bahagia dengan hidupnya. Meskipun ia tidak bisa melihat, meskipun ia sendirian, meskipun ia terkadang tidak memiliki makanan untuk dimakan. Tapi intinya ia cukup bahagia. Nah, salah-masalah seperti itu merupakan permasalahan yang ada di dunia real yang dimunculkan Beckett bahwa menusia memang harus memiliki keberanian, perjuangan utuk tetap hidup, dan untuk melakukan sesuatu.
Contoh lainnya adalah permasalahan tentang Tuhan. Ketika si Lumpuh berkata kepada Si Buta bahwa Tuhan Maha Pengasih, mengapa Si Buta tidak berdoa saja kepada Tuhan. Lalu Si Buta menjawab bahwa dia lebih memilih menyandarkan kepalanya di kaki sahabatnya daripada berdoa kepada Tuhan.
Juga tentang Si Lumpuh yang memutuskan memanggil Si Buta dengan Bill meskipun Bill bukanlah nama yang diperkenalkan Si Buta kepadanya. Hal itu merupakan simbo dari kekuasaan penuh seorang mansia untuk mendefinisikan sendiri segala hal dalam hidupnya.
Jadi dalam naskah ini, Beckett mengangkat permasalahan-permasalahan yang menjadi dasar pemikiran paham Eksistensialisme.

DIMENSI KETUHANAN PADA NASKAH ARIADNE (FILSAFAT PANCASILA)


DIMENSI KETUHANAN PADA NASKAH ARIADNE

MANUSIA MENCIPTAKAN TUHAN
Di dalam naskah Ariadne, diceritakan tentang kerajaan Kreta yang sangat makmur, aman, tentram, dan selalu menang dalam perang. Rakyat Kreta menyembah banyak dewa. Namun ada satu sosok Dewa yang mereka puja sebagai pelindung dan pemberi berkah bagi kerajaan Kreta, yaitu Minotaurus, dewa berwujud Banteng raksasa. Dewa Minotaurus begitu dipuja, banyak sekali ritual ritual yang diadakan kerajaan maupun rakyat untuk berterimakasih kepadanya. Dan ada satu ritual besar setiap tahun, yaitu penyerahan korban manusia, yang akan dimasukkan ke dalam Gua tempat Minotaurus berada kemudian dimaka noleh Minotaurus. Para korban persembahan biasanya berasal dari Negara yang ditakhlukkan oleh kerajaan Kreta.
Ariadne, putrid raja Minos merasa ritual persembahan manusia untuk dImakan Minotaurus tidaklah masuk akal. Apalagi setelah ia melihat Theseus, seorang pangeran Yunani yang ia temui dalam mimpi akan menjadi salah satu korban Minotaurus. Ariadne menemui Raja Minos untuk menjelaskan pendapatnya, bahwa persembahan manusia sangat tidak manusiawi, dan juga sangat tidak masuk akal jika kerajaan sebesar Kreta bertuhankan seekor Banteng. Jawaban Raja ternyata sangat mengejutkan. Minotaurus tidak pernah ada. Dia adalah tokoh rekaan yang sengaja diciptakan raja Minos untuk sebuah “figur” yang diagungkan, dipuja, disembah atas semua kemakmuran dan kejayaan yang diterima oleh rakyat Kreta. Dan korban-korban persembahan itu sebenarnya dimasukkan ke dalam gua labirin yang sangat rumit sehingga mereka tersesat dan mati kelaparan disana.
Disini jelas diceritakan, tentang kerajaan primitif yang membutuhkan “figur” atau “sosok” untuk dipuja dan disembah. Ini merupakan gambaran umum zamannya (naskah ini ditulis lebih dari 1000 tahun sebelum masehi ) , sebelum agama turun, manusia menciptakan Tuhannya sendiri. Mungkin itu yang terjadi pada hewan dan tumbuhan (seekor kecoa mungkin membayangkan tuhannya sebagai sesosok kecoa yang luar biasa). Menciptakan Tuhan dalam rekaan akal yang dimilikinya. Karena bertuhan adalah kebutuhan dasar bagi makhluk hidup, terutama manusia. Maka manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhan itu dengan menciptakan Tuhan.
PENCARIAN PEMBENARAN-PEMBENARAN (BUKAN KEBENARAN)
Setelah manusia mendapatkan apa yang menjadi kebutuhannya, maka ia akan menjadikan itu pegangannya. Segalanya akan menjadi masuk akal, karena mereka mencari pembenaran-pembenaran oleh dan atas apa yang diyakininya. Lebih dahsyat dari ilusi optic sekalipun, karena disini kepercayaan sudah berubah menjadi logika. Mereka tidak perlu menanyakan kenapa begini dan kenapa begitu, karena semua sudah dijelaskan oleh logika palsu tadi. Dalam kasus naskah Ariadne, para penduduk bahkan sama sekali belum pernah melihat secara langsung sosok sang Dewa. Tapi mereka percaya. Bahkan melakukan ritual-ritual, persembahan nyawa manusia demi sosok dewa yang katanya seekor banteng dan sama sekali belum pernah ditemuinya. Luar biasa!
Seiring dengan berjalannya ritual dari tahun ke tahun, kemakmuran yang didapatkan oleh segenap warga kerajaan Kreta memberikan pembenaran-pembenaran pada kepercayaan mereka. Lalu turun menurun sebagai doktrin, dan bum! Mereka telah menciptakan agama. Menciptakan Tuhan. Lantas siapa yang menciptakan manusia? Tuhan?


DIMENSI KEADILAN PADA NASKAH “ANTIGONE" (FILSAFAT PANCASILA)


DIMENSI KEADILAN PADA NASKAH “ANTIGONE

KEADILAN MENURUT RAJA CREON
Dua saudara kandung, Polyneicies dan Eteocles berperang. Polyneicies menyerang negaranya karena merasa ia lah yang lebih pantas memimpin kerajaan warisan ayahnya dibanding Creon, pamannya. Sedangkan Eteocles berada di kubu pamannya karena menurutnya tak satupun dari mereka (putra-putri Oidipus) cukup umur untuk mewarisi tahta kerajaan. Keduanya tewas dalam peperangan. Akhirnya Creon, raja Thebes yang berkuasa saat itu mengumumkan keputusannya. Creon membuat keputusan akan memperlakukan jenazah kedua saudara tersebut dengan berbeda. Eteocles, akan dimakamkan dengan upacara lengkap dan penghormatan karena menurut raja Creon, Eteocles gugur karena membela negaranya. Eteocles layak disebut pahlawan. Sedangkan jenazah Polyneicies akan diperlakukan sebaliknya. Jenazah Polyneicies akan digeletakkan begitu saja di padang terbuka tanpa pemakaman dan penghormatan sehingga jenazah tersebut akan menjadi mangsa burung-burung gagak dan serigala. Dan siapapun yang menyentuh apalagi menguburkan jenazah Polyneicies akan dihukum mati.
Menurut Creon, raja disebut berkuasa setelah menggunakan kekuasaannya. Dan dalam kasus seperti inilah dia akan menunjukkan dirinya sebagai seorang raja yang adil. Dia tidak pandang bulu. Meskipun  Polyneicies adalah keponakannya sendiri, karena ia dianggap bersalah, maka ia wajib mendapat hukuman. Pun telah menjadi jasad. Karena jika ia member kelonggaran karena hubungan darah, ia takut orang-orang akan melanggar undang-undang yang ia buat. Itulah keadilan enurut versi raja Creon.

KEADILAN MENURUT ANTIGONE
Antigone, adik dari Polyneicies dan Eteocles merasa keputusan yang diumumkan raja tidaklah adil. Meskipun Polyneicies tewas karena menyerang negaranya, namun ia tetaplah anggota kerajaan, merupakan saudara yang tetap harus dimakamkan dengan layak. Antigone merasa undang-undang yang dibuat Creon bertentangan dengan undang-undang Dewata. Jenazah tidak boleh dibiarkan begitu saja tanpa upacara pemakaman. Dan yang hiduplah yang berkewajiban mengantarkan yang mati ke akhirat dengan upacara suci. Dan Antigone memutuskan untuk tetap melaksanakan upacara untuk mengurus jenazah kakaknya meskipun ia tahu, siapapun yang mengurus jenazah Polyneicies akan dihukum mati oleh raja Creon.ia tidak peduli, ia bahkan tidak akan melakukannya dengan sembunyi-sembunyi. Antigone rela mati untuk melakukan apa yang ia rasa benar. Antigone lebih takut terhadap undang-undang Dewa daripada undang-undang Creon yang menurutnya sama sekali tidak adil. Bagaimanapun juga Creon adalah manusia yang masih bisa berbuat kesalahan. Creon, mendengar bahwa Antigone menguburkan jenazah Polyneicies pun murka. Ia lalu menjatuhi Antigone hukuman mati, meskipun Antigone adalah tunangan putranya, Haemon.
KEADILAN MENURUT KEBENARAN
Dari dua sudut pandang diatas, maka kita bisa melihat bahwa masalah-masalah yang ditimbulkan atas dasar keadilan disebabkan oleh perbedaan pendefinisian kata adil itu sendiri. Setiap orang, dalam hidupnya tentu memiliki pandangan yang sama sekali berbeda tentang konsep adil itu sendiri. Mungkin raja Creon juga benar dalam konsepnya bahwa siapapun itu, tidak peduli saudara atau bukan, jika ia berbuat salah harus dihukum. Polyneicies harus dihukum karena ia tewas saat menyerang negaranya, ia dianggap pengkhianat. Namun mungkin Antigone juga benar bahwa sesalah apapun, tidaklah pantas untuk menghukum jenazah. Kewajiban manusia hidup adalah untuk mengantarkan yang mati dengan upacara suci ke akherat (menurut kepercayaan saat itu, di Thebes). Bahwa undang-undang yang dibuat raja tidak seharusnya bertentangan dengan hokum agama dan adat istiadat.
Namun apabila kita melihat lagi secara umum. Banyak rakyat yang mengingatkan raja untuk mencabut peraturannya. Bahkan, rakyat yang seharusnya paing marah atas pengkhianatan yang dilakukan Polyneicies pun memaafkan, namun Creon tetap bersikeras dengan pundang-undangnya. Maka bila kita melihat kasus ini dalam dimensi keadilan sosial, Creon telah melanggar batasan-batasan keadilan sosial dalam kepemerintahannya. Seharusnya sebagai raja, Creon mampu mendengar suara rakyatnya, bukan menuruti konsep keadilan menurut versinya. Disinilah letak inti permasalahan dalam contoh kasus naskah Antigone.

ANALISIS NASKAH "ADUH" (PUTU WIJAYA)


Struktur naskah drama “ADUH”
·         Alur
Drama “aduh” yang terdiri dari babak-babak merupakan aplikasi dari alur melingkar yang menekankan pengembangan masalah dan pembentukan peristiwa setiap bentuknya. Pada dasarnya alur tersebut terlihat jelas pada pengulangan peristiwa sebagai pengganti klimaks untuk membina puncak adegan.
Contoh adegan terlihat dalam babak dua, hadirnya kaleng balsam yang dijadikan media untuk mengalihkan masalah bau ke masalah hantu, dimana pemilik balsam melihat hantu bergelantungan di rumpun bamboo. Kemudian hadirnya tokoh kesurupan mengalihkan permasalahan pada proes mengangkat mayat.
Bwgitulah proses pengulangan-pengulangan masalah yang terjadi dalam babak kedua drama “aduh”. Proses demikian juga terjadi pada babak yang lain.
System pengalihan peristiwa atau memutuskan suatu masalah yang sedang berkembang, lalu loncat ke masalah yang lain merupakan prroses membentuk puncak dan mempertahankan irama cerita. Irama itulah yang menambah daya tark lebih besar karena dapat menimbulkan pola permainan dinamis yang menghasilkan variasi gaya cerita antara masalah serius dengan peristiwa yang menghasilkan lelucon.
Rangkaian alur yang berpola lingkaran pada dasarnya ingin berbicara bahwa konfli yang terjalin belum selesai. Namun symbol yang tersurat merupakan binaan konflik dan dinamika cerita yang membuat cirri tersendiri untuk drama “aduh” sehingga terdapat perbedaan mencolok dengan drama-dra konvensional yang selalu menemukan penyelesaian di setiap masalah yang diciptakannya.

·         Penokohan & dialog

Kebanyakan drama konvensional tokoh yang dihadirkan mempunyai karakter, pola dialog yang jelas ini sangat bertolak belakang dengan tokoh yang dihadirkan dalam naskah “aduh”. Tokoh dalam naskah “aduh” ini cukup diwakilkan watak yang dihadirkan lewat pola berkelompok yang terdiri dari berbagai macam watak.  Keheterogenan massa ini menjadikan watak kelompok terwakili dari banyaknya orang.
Tokoh dalam naskah ini hanya diwakilkan dengan nama “salah seorang” yang mendakan identitas sebuah kelompok. Dan beberapa tokoh pendukung sebagai salah satu wujud pendukung cerita, seperti tokoh yang sakit, pemilik balsam, pemimpin, merupakan sebuah simbol yang menandakan atau simbol dari watak yang ada dalam sebuah kelompok.
Untuk pola dialog yang digunakan bukan wujud dari watak masing-masing tokoh, itu dikarenakan dialog yang digunakan bisa diucapkan oleh siapa saja dalam kelompok itu. Tidak ada tokoh protagonist dan antagonis dalam naskah ini. Pro dan kontra timbul secara spontan di dalam kelompok.

·         Setting
·         Tempat adegan
Di dalam naskha “aduh”  tempata terjadinya peristiwa tidak terlalu dijelaskan, namun ada petunjuk tak lansung di dalam naskah. Ada tiga cara Putu wijaya menunjukkan tempat adegan. Pertama, dalam keteragan pembukaan drama. Ditulis denga huruf miring. Kedua, petunjuk tengntan tepat kejadian tersirat dalam dialog pemain. Ketiga, petunju disisipkan diantara dialog, ditulis dengan huruf miring.

·         Waktu
Dalam naskah ini, perubahan penanda waktu sangat penting, untuk perubahan tata cahaya dan untuk menggulirkan suasana satu ke suasana berikutnya.  Seperti misalnya pada babak satu, peristiwa dimulai dari siang hari dan diakhiri dengan tenggelamnya matahari, gelap turun. Pergantuian waktu juga merupakan pertanda pergantian babak.