Kamis, 03 Mei 2012

DIMENSI KEADILAN PADA NASKAH “ANTIGONE" (FILSAFAT PANCASILA)


DIMENSI KEADILAN PADA NASKAH “ANTIGONE

KEADILAN MENURUT RAJA CREON
Dua saudara kandung, Polyneicies dan Eteocles berperang. Polyneicies menyerang negaranya karena merasa ia lah yang lebih pantas memimpin kerajaan warisan ayahnya dibanding Creon, pamannya. Sedangkan Eteocles berada di kubu pamannya karena menurutnya tak satupun dari mereka (putra-putri Oidipus) cukup umur untuk mewarisi tahta kerajaan. Keduanya tewas dalam peperangan. Akhirnya Creon, raja Thebes yang berkuasa saat itu mengumumkan keputusannya. Creon membuat keputusan akan memperlakukan jenazah kedua saudara tersebut dengan berbeda. Eteocles, akan dimakamkan dengan upacara lengkap dan penghormatan karena menurut raja Creon, Eteocles gugur karena membela negaranya. Eteocles layak disebut pahlawan. Sedangkan jenazah Polyneicies akan diperlakukan sebaliknya. Jenazah Polyneicies akan digeletakkan begitu saja di padang terbuka tanpa pemakaman dan penghormatan sehingga jenazah tersebut akan menjadi mangsa burung-burung gagak dan serigala. Dan siapapun yang menyentuh apalagi menguburkan jenazah Polyneicies akan dihukum mati.
Menurut Creon, raja disebut berkuasa setelah menggunakan kekuasaannya. Dan dalam kasus seperti inilah dia akan menunjukkan dirinya sebagai seorang raja yang adil. Dia tidak pandang bulu. Meskipun  Polyneicies adalah keponakannya sendiri, karena ia dianggap bersalah, maka ia wajib mendapat hukuman. Pun telah menjadi jasad. Karena jika ia member kelonggaran karena hubungan darah, ia takut orang-orang akan melanggar undang-undang yang ia buat. Itulah keadilan enurut versi raja Creon.

KEADILAN MENURUT ANTIGONE
Antigone, adik dari Polyneicies dan Eteocles merasa keputusan yang diumumkan raja tidaklah adil. Meskipun Polyneicies tewas karena menyerang negaranya, namun ia tetaplah anggota kerajaan, merupakan saudara yang tetap harus dimakamkan dengan layak. Antigone merasa undang-undang yang dibuat Creon bertentangan dengan undang-undang Dewata. Jenazah tidak boleh dibiarkan begitu saja tanpa upacara pemakaman. Dan yang hiduplah yang berkewajiban mengantarkan yang mati ke akhirat dengan upacara suci. Dan Antigone memutuskan untuk tetap melaksanakan upacara untuk mengurus jenazah kakaknya meskipun ia tahu, siapapun yang mengurus jenazah Polyneicies akan dihukum mati oleh raja Creon.ia tidak peduli, ia bahkan tidak akan melakukannya dengan sembunyi-sembunyi. Antigone rela mati untuk melakukan apa yang ia rasa benar. Antigone lebih takut terhadap undang-undang Dewa daripada undang-undang Creon yang menurutnya sama sekali tidak adil. Bagaimanapun juga Creon adalah manusia yang masih bisa berbuat kesalahan. Creon, mendengar bahwa Antigone menguburkan jenazah Polyneicies pun murka. Ia lalu menjatuhi Antigone hukuman mati, meskipun Antigone adalah tunangan putranya, Haemon.
KEADILAN MENURUT KEBENARAN
Dari dua sudut pandang diatas, maka kita bisa melihat bahwa masalah-masalah yang ditimbulkan atas dasar keadilan disebabkan oleh perbedaan pendefinisian kata adil itu sendiri. Setiap orang, dalam hidupnya tentu memiliki pandangan yang sama sekali berbeda tentang konsep adil itu sendiri. Mungkin raja Creon juga benar dalam konsepnya bahwa siapapun itu, tidak peduli saudara atau bukan, jika ia berbuat salah harus dihukum. Polyneicies harus dihukum karena ia tewas saat menyerang negaranya, ia dianggap pengkhianat. Namun mungkin Antigone juga benar bahwa sesalah apapun, tidaklah pantas untuk menghukum jenazah. Kewajiban manusia hidup adalah untuk mengantarkan yang mati dengan upacara suci ke akherat (menurut kepercayaan saat itu, di Thebes). Bahwa undang-undang yang dibuat raja tidak seharusnya bertentangan dengan hokum agama dan adat istiadat.
Namun apabila kita melihat lagi secara umum. Banyak rakyat yang mengingatkan raja untuk mencabut peraturannya. Bahkan, rakyat yang seharusnya paing marah atas pengkhianatan yang dilakukan Polyneicies pun memaafkan, namun Creon tetap bersikeras dengan pundang-undangnya. Maka bila kita melihat kasus ini dalam dimensi keadilan sosial, Creon telah melanggar batasan-batasan keadilan sosial dalam kepemerintahannya. Seharusnya sebagai raja, Creon mampu mendengar suara rakyatnya, bukan menuruti konsep keadilan menurut versinya. Disinilah letak inti permasalahan dalam contoh kasus naskah Antigone.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar