Kamis, 03 Mei 2012

DIMENSI KETUHANAN PADA NASKAH ARIADNE (FILSAFAT PANCASILA)


DIMENSI KETUHANAN PADA NASKAH ARIADNE

MANUSIA MENCIPTAKAN TUHAN
Di dalam naskah Ariadne, diceritakan tentang kerajaan Kreta yang sangat makmur, aman, tentram, dan selalu menang dalam perang. Rakyat Kreta menyembah banyak dewa. Namun ada satu sosok Dewa yang mereka puja sebagai pelindung dan pemberi berkah bagi kerajaan Kreta, yaitu Minotaurus, dewa berwujud Banteng raksasa. Dewa Minotaurus begitu dipuja, banyak sekali ritual ritual yang diadakan kerajaan maupun rakyat untuk berterimakasih kepadanya. Dan ada satu ritual besar setiap tahun, yaitu penyerahan korban manusia, yang akan dimasukkan ke dalam Gua tempat Minotaurus berada kemudian dimaka noleh Minotaurus. Para korban persembahan biasanya berasal dari Negara yang ditakhlukkan oleh kerajaan Kreta.
Ariadne, putrid raja Minos merasa ritual persembahan manusia untuk dImakan Minotaurus tidaklah masuk akal. Apalagi setelah ia melihat Theseus, seorang pangeran Yunani yang ia temui dalam mimpi akan menjadi salah satu korban Minotaurus. Ariadne menemui Raja Minos untuk menjelaskan pendapatnya, bahwa persembahan manusia sangat tidak manusiawi, dan juga sangat tidak masuk akal jika kerajaan sebesar Kreta bertuhankan seekor Banteng. Jawaban Raja ternyata sangat mengejutkan. Minotaurus tidak pernah ada. Dia adalah tokoh rekaan yang sengaja diciptakan raja Minos untuk sebuah “figur” yang diagungkan, dipuja, disembah atas semua kemakmuran dan kejayaan yang diterima oleh rakyat Kreta. Dan korban-korban persembahan itu sebenarnya dimasukkan ke dalam gua labirin yang sangat rumit sehingga mereka tersesat dan mati kelaparan disana.
Disini jelas diceritakan, tentang kerajaan primitif yang membutuhkan “figur” atau “sosok” untuk dipuja dan disembah. Ini merupakan gambaran umum zamannya (naskah ini ditulis lebih dari 1000 tahun sebelum masehi ) , sebelum agama turun, manusia menciptakan Tuhannya sendiri. Mungkin itu yang terjadi pada hewan dan tumbuhan (seekor kecoa mungkin membayangkan tuhannya sebagai sesosok kecoa yang luar biasa). Menciptakan Tuhan dalam rekaan akal yang dimilikinya. Karena bertuhan adalah kebutuhan dasar bagi makhluk hidup, terutama manusia. Maka manusia berusaha untuk memenuhi kebutuhan itu dengan menciptakan Tuhan.
PENCARIAN PEMBENARAN-PEMBENARAN (BUKAN KEBENARAN)
Setelah manusia mendapatkan apa yang menjadi kebutuhannya, maka ia akan menjadikan itu pegangannya. Segalanya akan menjadi masuk akal, karena mereka mencari pembenaran-pembenaran oleh dan atas apa yang diyakininya. Lebih dahsyat dari ilusi optic sekalipun, karena disini kepercayaan sudah berubah menjadi logika. Mereka tidak perlu menanyakan kenapa begini dan kenapa begitu, karena semua sudah dijelaskan oleh logika palsu tadi. Dalam kasus naskah Ariadne, para penduduk bahkan sama sekali belum pernah melihat secara langsung sosok sang Dewa. Tapi mereka percaya. Bahkan melakukan ritual-ritual, persembahan nyawa manusia demi sosok dewa yang katanya seekor banteng dan sama sekali belum pernah ditemuinya. Luar biasa!
Seiring dengan berjalannya ritual dari tahun ke tahun, kemakmuran yang didapatkan oleh segenap warga kerajaan Kreta memberikan pembenaran-pembenaran pada kepercayaan mereka. Lalu turun menurun sebagai doktrin, dan bum! Mereka telah menciptakan agama. Menciptakan Tuhan. Lantas siapa yang menciptakan manusia? Tuhan?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar