Minggu, 10 Juni 2012

resume buku "THE ART OF ACTING"


Pendekatan akting
1.       Pendekatan akting formalisme (representasi)
Pendekatan representasi adalah proses dimana actor menentukan lebih dahulu tidakan-tindakan yang dilakukan karakter yang dimainkannya dengan mengamati bentuk yang ia ciptakan dengan sengaja kemudian mempraktekkanya diatas panggung. Dua aktor terkenal  dalam acting representasi adalah Benoit Constant Coquelin (1843-1909) dan Sarah Bernhardt (1844-1923)

2.       Pendekatan akting realisme (presentasi)
Pendekatan presentasi adalah proses yang mengutamakan identifikasi antara jiwa actor dan jiwa karakter, sambil member kesempatan kepada tingkah laku untuk berkembang. Ekspresi aksi-aksi karakter tergantung dari identifikasi dengan pengalaman pribadi actor. Memilih satu persatu aksi yang jujur  dan tetap mempertahankan aksi yang spontan ketika bertindak. Dua tokoh yang terkenal dalam pendekatan ini adalah Constantin S. Stanilavsky (1863-1938) dan Eleonora Duse (1858-1924)
KEMAMPUAN EKSPRESI
SI AKTOR DAN DIRINYA
Aktor terlebih dulu harus mampu mengenali dirinya. Proses latihan “mengenali diri” ini adalah proses yang cukup panjang, lama dan dilakukan terus menerus dengan kepekaan lebih yang dimiliki seorang aktor dalam merespon segala hal. Karena, untuk dapat memainkan karakter dengan baik, aktor harus benar-benar mengenal dirinya (bukan hanya secara fisik, atau kata orang lain), sebab bagaimana mungkin ia mampu mengenal karakter tooh jika ia tidak mengenal dirinya dengn baik.
PELAJARAN PERTAMA: DASAR-DASAR AKTING
AKTING DAN PRIBADI
Psikolog William James pernah mengatakan bahwa dalam diri manusia ada sebuah struktur kompleks yang terdiri dari “aku” dan beberapa saya, setiap orang memiliki banyak peran yang agus yang dimainkan dalam situasi yang berbeda-beda. Kemampuan manusia sebagai aktor dalam kehidupan sosial sudah memberikan dasar yang kuat untuk menciptakan dirinya sebagai aktor yang handal bila ditambah dengan pelatihan acting yang khusus dan intensif.
Maka latihan pertama yang harus dilakukan adalah: selama dua hari lakukan observasi ke dalam diri. Perhatikan detil seperti postur tubuh, kualitas suara, dan bahasa yang dipaka untuk beragam situasi dan “penonton”. Catat hasil observasi. Pada malam hari, berikan penilaian pada pengalaman pengalaman itu. Ingat, dan perankan saat-saat paling dramatis itu.
AKTING DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI
Latihan pertama: bentuk satu grup terdiri dari 5 atau 6 orang. Tugas utama dari “pertemuan” ini adalah membentuk grup teater sendiri. Setiap orang bertugas memeinkan peran seperti ini:
Si pemimpin = orang yang suka menjadi organisator di grup manapun ia berada
Si Korban = yang suka menganggap setiap aksi yang akan dilakukan oleh anggota grup sebagai suatu yang mengancam dan tidak mengenakkan
Si Filsuf = orang yang suka menuntukkan arti yang sangat dalam dari segala hal yang diutarakan
Si Pengacau = orang yang selalu mengubah topik pembicaraan sebagai cara untuk mengontrol grup ini
Si Pengganggu = orang yang tidak peduli dengan apa yang akan dilakukan oleh grup, selama grup itu melakukan apa yang ia mau
Si Jururawat = orang yang menolong siapapun yag kelihatannya perlu ditolong tanpa mempedulikan apakah orang itu suka ditolong atau tidak
Latihan kedua :  berperan dalam hidup.lakukan observasi pada oran lain tentang persamaan dan perbedaan karakter sosial dan karate mereka di dalam panggung. Pelajari detailnya!
DRAMA DI PANGGUNG DAN REALITA = BERAKSI
Satu titik yang dramatis dan menegangkan dalam hidup bukanlah terletak pada pada penyelesaian masalah, namun pada proses terjadinya, dimana orang menjadi fokus pada permasalahan/konflik dan lupa dimana dan kapan dia berada, titik itulah diatas panging dinamakan in action.
AKSI DAN KEPRIBADIAN
Manusia bertanggung jawab penuh terhadap apa yang telah dan akan mereka lakukan. Proses pembentukan pribadi ini berjalan terus menerus seiring dengan perkembangan dan perjalanan hidup yang telah mereka alami. Inilah yang akhirnya menentukan aksi yang akan dilakukan seorang aktor diatas panggung.
Latihan ketiga : ingat-ingat saat dimana anda pernah merasa “in action”, apa tujuan dan kebutuhan anda saat itu? Bandingkan dengan situasi yang terjadi di panggung atau di depan kamera.
AKSI DAN TUJUAN
Hal yang harusnya menjadi fokus utama seorang aktor adalah tujuan.
Latihan keempat :  bersama seorang teman, pilih satu situasi sederhan dimana anda mau melakukan sesuatu (meninggalkan ruangan) sementara teman anda menghalangi keinginan tersebut.
·         Tanpa direkayasa, keduanya berusaha mencapai tuuan, dengan bahasa sederhana
·         Ulangi latihan ini, tetapi didasari oleh satu kebutuhan tertentu
·         Ulangi latihan ini, dengan membayangkan situasi tertentu
AKTING SEBAGAI SATU DISIPLIN SENI
Salah satu metode untuk memahami karakter adalah dengan memutar sudut pandang, dengan membayangkan berada dalam posisi tokoh.
HAKIKAT SEORANG AKTOR
Pengalaman pribadi di masa lalu yang masih berpotensi, serta pengalaman dan emosi yang sudah lama ditekan, ditambah pengalaman baru yang sedang dieksplorasi, akan memberikan aktor suatu kepenuhan hidup. Itulah hakikat seorang aktor.

PELAJARAN KEDUA : REAKSASI DAN KONSENTRASI
RELAKSASI
Relaksasi disini berarti suatu keadaan dimana si aktor berada pada posisi siap siaga untuk memberikan reaksi pada stimulus terkecilpun.
Latihan : menjadi kucing
Tidur telentang, tangan disamping, rilekskan tubuh, rentangkan otot dan menguap. Lakukan proses rileks seperti kucing. Merentangkan seluruh anggota badan sejauh mungkin, melengkungkan punggung, menganga, menggoyangkan tangan, menarik nafas dalam-dalam berkali-kali. Jika ingin menguap, ikuti saja.lalu kembali telentang dengan lutut terangkat hingga punggung menempel di lantai. Letakkan jempol kaki, tumit, pinggul, bahu pada dua garis yang parallel. Lalu fokuskan diri pada bagian-bagian tubuh yang gagal melakukan instruksi tadi. Terus fokuskan sampai tekanannya terlepas. Semakin anda rileks, rasakan diri anda melebur ke dalam lantai.
DISINI DAN SEKARANG
Titik kepekaan utama seorang aktor adalah pada saat sekarang, bukan di masa lalu, bukan pula di masa depan.
Latihan : di sini dan sekarang
Buat diri anda rileks.sambil bernafas yang nyaman, afirmasikan kalimat-kalimat yag menyatakan kepekaan pada situasi anda sekarang, seperti : sekarang aku berbaring dilantai. Aku sedang mengarang kata-kata. Tangan kananku dingin sekali. Dan seterusnya.
Tujuan latihan ini telah tercapai jika godaan untuk melantur ke masa lalu atau masa depan telah dikuasai penuh oleh aktor. Lalu biarkan kalimat-kalimat di “masa sekarang” menghilang perlahan-lahan, hingga yang tertinggal hanya “kesiapsiagaan yang tenang”.
PELAJARAN KETIGA : SI AKTOR DAN GESTURNYA
Umumnya, setiap tanda eksternal dari perasaan dan pikiran dapat disebut gesture. Pada bagian ini kita akan membagi gesture dalam dua tipe, yaitu gesture fisik dan vocal (dibagi menjadi verbal = dengan kata-kata; dan non verbal = penekanan kata-kata, infleksi,dll)
Meskipun banyak gesture yang berbeda di seluruh masyarakat, namun ada tipe gesture yang sama yang teah disepakati secara tidak langsung, yang biasa kita sebut bahasa tubuh. Bahasa tubuh ini bersifat simbolis yang memberikan analogi yang berbentuk fisik, maka bahasa tubuh terkadang lebih ekspresif daripada kata-kata atau bahasa itu sendiri.
Bahasa gesture dapat dibagi menjadi 4 kategori umum, yaitu:
·         Ilustratif atau imitative = biasa disebut pantomimic, digunakan untuk menjelaskan informasi secara spesifik (kotakn itu sebesar ini, setinggi ini)
·         Indikatif =  dipakai untuk menunjuk (sebelah sana)
·         Empatik = memberikan informasi yang lebih subyektif (ketika kita mengatakan: “sekarang dengar aku!” , sambil meninjumeja atau menunjuk jari ke muka musuh)
·         Autistic = arti harfiahnya “kepada diri” (misal, kita berperan sebagai orang yangbenci kepada lawan bicara, tapi harus menutupinya. Maka kita akan melipat tangan dengan rapat dengan kedua tangan masuk ke sela-sela ketiak).

PELAJARAN KEEMPAT : SI AKTOR DAN SUARANYA
Budaya kita yang lebih menekankan kata-kata dalam menyampaikan informasi membuat kita lupa bahwa suara, selain untuk mengucapkan kata-kata adalah baian utama dari mekanisme ekspresi.
Jka diselidiki dari bentuk fisiknya, sebenarnya tidak satupun organ-organ pemroduki suara diciptakan untuk berbicara. Semua organ-organ itu memiliki fungsi lain yang lebih mendasar, seperti bernafas, merasa, mengunyah, makan, dan sebagainya.
Kata-kata, menyampaikan informasi dari manusia, namun sikap diri tentang informasi itu disampaikan oleh nadanya. Karena banyak kata-kata yan menjadi “tidak bermakna sebenarnya” karena perbedaan nada pengucapan. Aktor harus menguasai hal itu.
PELAJARAN KELIMA : SI AKTOR DAN ARTIKULASINYA
Semua bunyi dalam bahasa kita sifatnya ekspiratory, yaitu diproduksi oleh napas keluar. Sementara seluruh bunyi inspiratori berada dalam gesture vocal non verbal. Aktor harus belajar untuk mampu mengembangkan sistep penyokong pernapasan seperti system diafragma, paru-paru dan tenggorokan. Hanya dengan latihan yang rutin seorang aktor dapat mengembangkan system pernapasan yang baik dan benar.

PELAJARAN KEENAM : SI AKTOR DAN LINGKUNGANNYA
Sebagai seorang aktor, kita harus mengerti bahwa ruang di atas panggung bukan hanya lingkungan dimana dia hidup, tetapi juga materi dimana dia akan mencipta. Orang lain adalah bagian terpenting dari lingkungan. Maka sangat penting untuk dapat berproses sosial dengan baik. perlu digarisbawahi bahwa ensemble bukanlah kerja kolektif, namun erupakan kebersamaan dalam kerja yang harus juga diperhatikan hak-haknya dalam kelompok.

BAGIAN II : KEMAMPUAN ANALISA
PELAJARAN KETUJUH : DASAR-DASAR MENGANALISA NASKAH
Aktor adalah intelijen, bukan seorang intlektual. Aktor harus mengerti karakter yang memang memberikan animasi pada pikiran dan perasaan karakter untuk beraksi. Untuk mampu menganalisa naskah, maka aktor terlebih dahlu harus mengerti proses pemikirannya. pertama, pikiran pergerak dengan kecepatan kilat. Kedua, pikiran tidak didasari ole hide-ide yang terorganisir secara verbal. Ketiga, pikiran dan aksi adalah dua hal yang berhubungan erat.
Sebagai seorang aktor, menganalisa naskah tidaklah sama seperti cara seorang sastrawan yang menafsirkannya untuk kepentingan sastra, tetap berusaha untuk memecahkan masalah bagaimana menghidupkannya kembali di satas panggung atau di depan kamera.
Analisa naskah harus dilakukan secara keseluruhan. Karakter-karakter tidak diciptakan untuk dilihat secara individu, tetapi untuk tujuan tertentu sebagai bagian dari keseluuhan struktur.
Naskah adalah satu kesatuan yang berlapis-lapis sehingga penfsirannya dilakukan menurut tingaktan-tingkatan:
·         Melody = yaitu bunyi dan ritme dari kata-kata
·         Imagery = sensasi-sensasi yang dinyatakan oleh kata-kata
·         Kiasan = pembentukan kata-kata untuk mencapai arti dan rasa yang khusus
·         Struktur dialog dan adegan = pembentukan kata-kata sebagai satu unit aksi
·         Plot = pengorganisasian aksi sebagai satu kesatuan arti
PELAJARAN KEDELAPAN : SI AKTOR DAN KAMUSNYA
Arti atau definisi kata berdasarkan kamus disebut denotasi, sementara nilai-nilai emosinya disebut konotasi. Banyak cara yang dilakukan penulis naskah untuk memanupulasi arti denotasi kata-kata. Aspek lain dari denotasi adalah kolokasi yaitu kata-kata yang menpunyai asosiasi dengan bahasa yang sangat tidak formal, seperti kece, abg, dll. Cara terbaik untuk memahami diksi adalah paraphrase, yaitu latihan untuk menyatakan kembali dialog dengan menggunakan kata-kata aktor itu sendiri.  Sintaksi adalah penataan kata-kata denga tepat untuk menunjukkann hubungan yang serasi dalam kalimat. Sebagai aktor, pengkayaan terhada ragam bahasa dan turunannya sangat diperlukan untuk memahami naskah.
PELAJARAN KESEMBILAN : RITME
Ritme disini bukan berarti tempo atau beat dialog, tapi juga variasi tempo dan beat sehingga memberikan penekanan dengan cara membuat kontras. Selain menyokong arti melalui penekanan, ritme juga menunjukkan kepribadian karakter. Banyak emosi yang dapat segera dikenal implikasi-implikasi ritmenya. Analisa-analisa ritme ini dapat membimbing aktor untuk membentuk karakterisasi.
PELAJARAN KESEPULUH : MELODI
Semua aktor yang baik akan mengembangkan kemampuan ekspresif yang dimilikinya melalui penggunaan bunyi dialognya, bukan hanya erangan, helaan napas, atau bunyi-bunyi lain, tapi juga bunyi kata kata itu sendiri. Seperti kisa h tentang Eleonora Duse yang mebuat selurh penonton terisak-isak ketika dia membaca “buku telepon kota Manhattan”  di Negara bagian New York dalam bahasa itali walaupun penontonnya sama sekali tidak bisa berbahasa italia, ia mengkomunikasikan informasi tersebut hanya dengan gesture suara yang disebut melodi vocal.
PELAJARAN KESEBELAS : KESAN DAN KIASAN
Penulis naskah yang handal tidak hanya menggunakan kata-kata utuk mengkomunikasikan arti dan memberi konotasi pada perasaan-perasaan, tetapi juga menciptakan sensasi yang disebut imagery (kesan) yang arti lebih khususnya dengan cara mengkombinasikan kata-kata disebut kiasan.
Kesan sering sangat subtil bahkan tersembunyi di bawah sebuah dialog yang terlihat sangat sederhana. kiasan adalah kombinasi kata-kata yang mengekspresikan lebih dari apa adanya dan menciptakan tingkatan arti dan referensi (lawan dari harafiah).
PELAJARAN KEDUABELAS : SI AKTOR DAN NASKAHNYA
Sejauh ini kita tahu bahwa kata-kata adalah “batu bata” dari naskah, kali ini kita akan melihat bentuk keseluruhan dimana semua elemen dari naskah dikombinasikan menjadi sebuah bentuk yang terunifikasi. Kualitas dari kesatuan artistic ini disebut struktur atau pengorganisasian naskah.
Seni dibedakan menurut materi-materi yang dipakainya. Pengorganisasian bunyi disebut seni musik;  pengorganisasian garis, ruang dan warna disebut seni lukis; dan pengorganisasian aksi manusia adalah drama. Ide spesifik yang menggarisbawahi sebuah naskah adalah tema.
PELAJARAN KETIGABELAS : STRUKTUR ADEGAN
Untuk mempelajari naskah yang hendak dimainkan, aktor harus melihat struktur adegan. Energy pembentuk aksi utama naskah diciptakan melalui efek-efek penggabungan aksi-aksi kecil. Tingkatan yang paling kecil yaitu momen (saat). Momen-momen bekerjasama membentuk unit aksi yang logis yang disebut beat. Setiap beat bekerja sama membentuk adegan, dan adegan-adegan bekerjasama membentuk aksi utama keseluruhan naskah.

BAGIAN III : KEMAMPUAN TRANSFORMASI
PELAJARAN KEEMPATBELAS : AKSI DAN PILIHAN
Ketika aktor beraksi diatas panggung atau di depan kamera, ia membutuhkan sesuatu untuk beraksi. Kebutuhan yang dirasakan ini disebut stimulus, yaitu kebutuhan yang memang muncul dari dalam diri karakter. Namun kebanyakan orang menggunakan stimulus yang ditimbulkan dari peristiwa eksternal.
Jadi, aksi adalah satu energy terfokus dengan maksud tertentu yang ditimbulkan oleh sebuah stimulus yang mana melalui proses pemilihan, menghasilkan satu aktivitas yang terarah menuju satu tujuan, dan menciptakan sebuah peristiwa.
Proses pengambilan keputusan (penentuan pilihan) adalah akhir dari proses internal dan awal dari proses eksternal yang berbentuk aktivitas yang bersifat umum dan dapat dilihat orang lain. Pilihan yang diambil menentukan benttuk dari aktivtas eksternal selanjutnya.
PELAJARAN KELIMABELAS : AKSI DAN AKTIVITAS YANG TERARAH
Aksi dapat “dimainkan” jika diekspresikan sebagai suatu intention (sesuatu yang ingin dilakukan karakter). Jadi ketika berlatih, aktor membentuk deskripsi verbal dari  “intention” karakternya. Tapi ini hanya merupakan latihan untuk memudahkan, kebenaran sebuah aksi hanya tercipta jika “dialami”. Setelah pilihan untuk bertindak sudah diambil dan energy yang timbul menjadi “intention” atau reaksi, bentuknya berubah dari internal ke eksternal menjadi aktivitas. Akivitas ini masih menyimpan vitalitas yang ada d stimulus. Fugsi dramatis peran diekspresikan ke dalam bentuk aktivitas.
PELAJARAN KEENAMBELAS : AKSI DAN EMOSI
Emosi adalah segala aktivitas yang mengekspresikan kondisi disini dan sekarang dari organism manusia yang ditujukan kea rah dunianya dan bersifat timbul secara otomatis. Alat paling efektif yang dimiliki manusia untuk mengekspresikan emosi adalah napas, karena napas adalah akar dari kondisi emosional manusia. Secara harafiah, melalui napaslah kita membawa dunia luar masuk kedalam diri kita dan mengeluarkannya kembali. Namun dalam pengertian lanjut, napas otomatis mempengaruhi aksi kita dalam menyampaikan informasi, misal rasa takut, kaget, sedih, dll.
PELAJARAN KETUJUHBELAS : SI AKTOR DAN KARAKTERNYA
Kepribadian manusia adalah akumulasi dari pengalaman-pengalaman dan iteraksi-interaksi yang dilakukannya, dan terus berkembang. Dan karena akan terus berkembang, aktor tidak perlu khawatir untuk “menjadi” karakter, tetapi dia harus melakukan aksi yang dilakukan karakternya sehingga karakterisasi dengan sendirinya akan tumbuh dalam dirinya.
PELAJARAN KEDELAPANBELAS : SI AKTOR DAN IMAJINASINYA
Imajinasi adalah proses yang disebut Stanilavsky dengan metode “if”, yaitu dengan mengimajinasikan dirinya berada dalam situasi karakter. Namun jika aktor berimajinasi berlebihan , misal dia membayangkan setiap detil hal yang akan dilakukan arakter, maka ia semakin jauh memisahkan diri dari karakter. Karena bagaimanapun juga, aktor harus tetap menyadari bahwa dirinyapun adalah sebuah karakter yang unik.

Jumat, 08 Juni 2012

Proses Kreatif Satya Graha Hurip


Satya Graha hurip lahir di Lamongan, Jawa Timur, 7 April 1934, dari keluarga priyayi di Jawa Timur. Tamat SMA-A Malang (1953), melanjutkan pendidikan di Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada dan Universitas Padjadjaran, namun ketiganya tidak tamat. Tahun 1972-1973, ia mengikuti International Writing Program di Universitas Iowa, Iowa City, Amerika Serikat.
Oyik, nama panggilannya, pernah bekerja di Koran mingguan Minggu (Yogyakarta), Penerbit Ganaco (Bandung), Sekretariat Kedutaan Besar Aljazair di Jakarta, Harian Kami (1966-1967), Harian Sinar Harapan (1967-1980), Penerbit Sinar Harapan (1980-1984) dan majalah Swasembada (1985-1986). Sempat menjadi dosen tamu pada Indonesian Studies Summer Institute, University Ohio, Athens, Amerika Serikat (1982)

Cerpennya Seorang Buruan”mendapat Hadiah Hiburan majalah Sastra tahun 1961, sedangkan cerpennya yang lain, Sebelum yang Terakhir, mendapat pujian dari redaksi majalah Horison tahun 1968. Karyanya yang lain : Bisma Banteng Mayapada (cerita wayang, 1960), Sepasang Suami Isteri (novel, 1964), Burung Api (cerita anak, 1970), Tentang Delapan Orang (kumpulan cerpen, 1980), Sesudah Bersih Desa (kumpulan cerpen, 1989), Gedono Gedini (kumpulan cerpen, 1990), dan Sarinah Kembang Cikembang (kumpulan cerpen, 1993).

Menjadi editor pada buku : Antologi Esei Tentang Persoalan Sastra (Bungai Rampai, 1969, ditahun 1982, terbit dalam edisi yang telah di revisi dengan judul : Sejumlah Masalah Sastra), Cerita Pendek Indonesia 1-4 (kumpulan cerpen, 1979, tahun 1986 terbit dalam edisi yang di revisi), Jakarta : 30 Cerita Pendek Indonesia (Kuala Lumpur, 1982), New York After Midnight (kumpulan cerpen, 1991), Circumsion : Indonesia Stories (kumpulan cerpen, 1993) dan Our Heritage (kumpulan cerpen, 1993). Selain itu ia juga menerjemahkan novel karangan Leo Tolstoy Keperluan Hidup Manusia (1963).

Satyagraha Hoerip juga menulis skenario film, Palupi (1970) yang di filmkan oleh Asrul Sani dan Di Antara Dua Dunia (1980) difilmkan oleh Teguh Karya. Sastrawan yang masih kerabat jauh Bung Karno ini wafat di Jakarta 14 Oktober 1998.
PROSES KREATIF SATYA GRAHA HURIP

Seperti kebanyakan penulis lain, Satya Graha Hurip menggunakan metode “blasteran” yaitu menggabungkan imajinasi dan realita sehari-hari yang dia alami atau yang dia amati. Sebagai sosok yang kritis, dia berusaha menuangkan segala kegelisahannya dalam bentuk tulisan sebagai bentuk protes dari segala sesuatu yang menurutnya “tidak sesuai”
Pada cerpennya “Salju kapas Putih” yang ia tulis pada tahun 1960, dia menggabungkan antara kegelisahannya dengan korupsi yang merajalela pada saat itu, dengan keterpesonaannya pada Jepang dari buku panduan pariwisata Jepang yang diterimanya dari seorang kawan. Dua hal itu lah yang yang menjadi pokok “pengganggu” fikiran Satya Graha hurip. Lalu pada suatu waktu. Sepupunya mengundangnya untuk menginap di hotel Homann, Bandung. Namun entah bagaimana sepupunya lupa telah berjanji padanya, sehingga dia menunggu cukup lama di lobby hotel. Selama menunggu, dia mengamati banyak perempuan muda yang keluar masuk hotel. Lalu ada satu perempuan yang sangat cantik dan Nampak “berkelas” berada disana. Dia hanya mengamati dan bertanya-tanya dalam hati. Sampai saat beberapa pelayan pria di hotel itu juga membicarakan wanita cantik itu tadi. Ternyata wanita itu adaah seorang janda muda yang memiliki anak kecl-kecil  dan suaminya tewas terbunuh gerombolan perampok. Baiklah, nuraninya terusik. Siapa yang salah?
Ketiga hal yang menggangu fikirannya itu yang kemudian menjadi landasan berprosesnya. Dia ingin menulis tentang seorang perempuan bangsawan, dengan latar Jepang (dengan pengetahuan hanya dari buku panduan wisata ia ingin mengelabuhi pembaca, seolah olah dia benar-enar pernah pergi kesana), dan ada keterkaitan dengan kasus korupsi. Lalu lahirlah cerpen “Salju Kapas Putih”.
Namun, pada tahun 1978 ketika akhirnya Satya Graha hurip mendapat kesempatan untuk berjalan jalan di jepang dia terkejut. Ternyata dia telah membuat kesalahan fatal. Di Jepang tidak ada kasus korupsi yang merajalela seperti di Indonesia karena rakyat jepang sangat menghormati leluhur. Jika ada yang melakukan hal itu, maka mereka akan memilih jalan “hara-kiri” atau “seppuku” karena malu pada leluhur dan pada anak cucu. Namun soal setting tempat, semuanya mirip seperti imajinasinya tentang Jepang 18 tahun sebelumnya.
Pada karya selanjutnya, cerpan (cerita pendek yang panjang) berjudul “pengarang”, Satya Graha Hurip menceritakan tokoh berdasarkan realitas para intelektual yang idealis dan enggan menjadi kaki-tangan Jepang sementara kenyataan terus berjalan. Kebutuhan harus tetap dipenuhi. Imajinasinya mengarahkannya pada sebuah tokoh-seorang intelektual- yang idealis dan terpaksa menumpang hidup pada adiknya yang hanya seorang kondektur dengan anak yang masih kecil-kecil. Sebuah tokoh rekaan yang mungkin saja terjadi pada saat itu. Imajinasi yang dikawinkan dengan realitas. Keduanya diramu dalam keadaan sadar dan tak sadar.

LANGEN MANDRAWANARA



A.    Sejarah Kelompok Kesenian
Kelompok kesenian Langen Mandrawanara muncul pada sekitar tahun 30’ an di desa Sembungan, Kasihan, Bantul. Kesenian ini digagas oleh K.P.H.A. Danureja VII  sekitar dua puluh tahun sebelumnya. Langen Mandrawanara muncul karena sang patih K.P.H.A. Danureja VII   yang saat itu masih bergelar K.P.H. Yudanegara III ingin memberikan masyarakat luar keraton sebuah pertunjukan. Pada masa itu semua kesenian masih berpusat di keraton, seperti Wayang Wong, wayang, Tari, dll. Raja mengijinkan K.P.H. Yudanegara III untuk membawa keluar kesenian tersebut dengan syarat semua bentuk yang dipertunjukkan haruslah berbeda dengan yang ada di keraton. Sang Patih kemudian menggagas bentuk kesenian tersebut. Langen Mandrawanara adalah bentu kesenian rakyat dari Wayang Wong yang hanya boleh dipertunjukkan di lingkungan Istana.  Maka sang patih bersama sahabatnya K.R.T Joyopermadi memprakarsai sebuah kelompok seni yang baru dinamai sekitar tahun 1970 dengan Paguyuban Langen Mudha Mandra Budaya di desa Sembungan, Kasihan, Bantul.

B.     Anggota Kelompok Kesenian
Pada awal berdirinya kelompok, anggota dari kelompok ini adalah sebagian besar warga desa Sembungan, Kasihan, Bantul. Keanggotaan pun mulai turun dari satu generasi selanjutnya. Disini, keanggotaan biasanya berdasarkan hubungan keluarga. Karena sang ayah anggota, maka anak pun ingin ikut/ disuruh ikut kelompok Langen Mandra Wanara ini. Siapapun boleh bergabung  ke kelompok ini. Tidak ada batasan usia maupun syarat-syarat khusus. Cukup punya kemaun untuk bergabung, maka diijinkan utuk menjadi anggota.

C.     Pelaksanaan pergelaran Langen Mandrawanara

Pergelaran Langen Mandrawanara biasanya dipentaskan untuk acara-acara rakyat. Tidak ada aturan khusus harus pada bulan dan tanggal tertentu. Dan oleh karena ini adalah kesenian rakyat, maka biasanya pergelaran ini dipertunjukkan pada acara rakyat seperti tujuh belasan, bersih desa, untuk hiburan di acara hajatan, dan sebagainya.

D.    Ruang dan Waktu Pergelaran Langen Mandrawanara

Langen Mandrawanara adalah sebuah pertunjukan rakyat yang fleksibel, bisa diadakan di dalam maupun diluar ruangan. Setting dan blocking pemain pun juga menyesuaikan tempat pertunjukan. Batasan yang diciptakan dalam “ruang” permainan dan penonton ada, namun tidak jelas. Jika di lar ruangan, penonton biasanya meyebar di seliling tempat pertunjukan.
Pergelaran Langen Mandrawanara pada awalnya dipentaskan semalam suntuk, seperti wayang kulit. Namun seirin berjalannya waktu, pertunjukan ini pun mampu beradaptas dengan keadaan I zaman. Pertunjukan ini bisa diadakan sesuai dengan “pesanan”. Dari awalnya yang kurang lebih 7 jam, lalu bisa dikemas menjadi 2 jam, 1 jam, dan bahkan setengah jam. Selain durasi, waktu dalam pertunjukan ini pun dapat disesuaikan. Berawal dari semalam suntuk yang berarti dimulai hingga pagi, kini pertunjukan ini bisa dinikmati siang atau sore hari.
Para pelaku kesenian mandranawara membutuhkan waktu minimal dua minggu sebelum pementasan untuk melakukan latihan.
E.     Penyajian Langen Mandrawanara
Langen Mandrawanara diawali dengan keprak yang dibunyikan oleh dalang. Lalu dilanjutkan dengan lagon atau tetembangan atau lagu dalam bahasa Indonesia. Kemudian disambung dengan tari Beksan dan kandha atau penuturan cerita oleh dalang langen mandrawanara.
Lakon-lakon yang dibawakan pada pertunjukan langen mandrawanara bersumber dari cerita Ramayana. Dimulai dari Shinta diculik Rahwana sampai pada bagian Shinta membakar diri (Shinta Obong). Bagian semasa kecil Shinta, Rama, Rahwana tidak diceritakan. Demikian juga cerita sesudah Shinta Obong. Dalam  satu kali pementasan biasanya dipentaskan satu sampai tiga bagian cerita, bagian-bagian cerita itu antara lain Subali Lena,Subali Gugur,  Senggana Duta, Rahwana Gugur, dan lain sebagainya. Pemilihan lakon yang akan dibawakan biasanya tergantung “pemesan’ atau dipilih langsung oleh dalang.
Meskipun Langen Mandrawanara terkadang dipentaskan diluar ruangan, namun tidak ada interaksi yang tercipta antara pertunjukan dan penonton .  jadi apresiasi penonton biasanya disampaikan langsung kepada para pemain seusai pertunjukan. Namun demikian, penyampaian apresiasi berupa pujian, kritik, ataupun saran sangat jarang terjadi.

F.      Langen Mandrawanara dan Masyarakat
“Paguyuban Langen Mudha Mandra Budaya” ini adalah kelompok kesenian yang berada di tengah masyarakat. Maka mau tak mau kelompok atau paguyuban ini harus menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat agar dapatn berjalan beriringan bahkan saling mendukung. Berada di tengah desa Sembungan, Kasihan, Bantul, kelompok kesenian ini beranggotakan masyarakat sekitar. Bahkan di desa Sembungan hampir pada setiap Kepala Keluarga terdapat minimal satu anggota keluarganya yang menjadi anggota Langen Mandrawanara. Keanggotaan kelompok ini biasanya turun temurun. Seperti ketuanya saat ini, bapak Juwaraya, beliau adalah generasi ke 3 dalam keluarganya. Kakeknya, ayah dan paman-pamannya, serta saudara laki-lakinya semua adalah anggota Paguyuban  Langen Mudha Mandra Budaya ini. Bahkan saat ini, Bapak Juwaraya, berusaha menambah inventaris paguyuban dengan membeli seperangkat gamelan dari uang pribadinya. Dana pensiun dan tabungannya sebagai pegawai negri ia belikan Gamelan yang harganya mencapai ratusan juta rupiah. Bila kebanyakan orang membelikan uang pension dan tabungannya untuk rumah dan mobil, beliau tidak keberatan menghibahkannya demi kelestarian kesenian ini.
Kelompok kesenian ini bertahan dengan caranya tersendiri. Kelompok ini sama sekali tidak mendapatkan dana bantuan dari pemerintah ataupun dari sponsor. Pemainnya, yang juga adalah anggota dari masyarakat sekitar memiliki pekerjaan utama sebagai sumber penghasilan tetap. Meskipun mendapatkan honor saat bermain, namun menjadi seorang pemain Langen Mandrawanara tidak dapat dijadikan suber penghasilan utama. Honor ynag didapat sangat jauh dari cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Saat ini, kelompok ini tidak mendapatkan order sebanyak seperti dahulu ketika hiburan belum terlalu banyak. Pernah mereka hanya bermain sekali dalam setahun. Namun bila dirata-rata mereka pentas tiga kali setahun.
Jadi, sebagai satu-satunya kelompok yang bermain Langen Mandrawanara, mereka mempertahankan kelompok ini hanya karena mereka mencintainya. Mencintai Langen Mandrawanara dengan rintangan dan hambatan yang jelas terbentang. Jika pada suatu saat mereka berhenti, atau tidak ada generasi penerus yang mampu dan mau mempertahankan kesenian ini, maka kesenian ini otomatis akan punah.