STRUKTUR NASKAH
·        
ALUR
Alur
yang terdapat pada naskah “Senja dengan Dua Kelelawar” adalah alur
konvensional, yaitu adanya introduksi, klimaks, dan resolusi. Introduksi, yang
berada di awal cerita digulirkan, yaitu pada saat Ismiyati mulai memperkenalkan
konflik batin yang melandanya. Rasa cintanya terhadap Suwarto yang ternyata
memilih wanita lain untuk dinikahi. Juga adanya kekhawatiran ayah Ismiyati yang
belum juga mau menerima lamaran dari orang lain, dan justru  berencana memisahkan Suwarto dan Mursiwi. 
Kemudian,
suasana tegang mulai bergulir perlahan hingga pada akhirnya memuncak (klimaks)
pada saat kematian Mursiwi dan mursidi, ayah Ismiyati menuduh anaknya sendiri
lah yang membunuh Mursiwi. Konflik terus memuncak ketika Suwarto pun menuduh
Ismiyati pembunuhnya dan Ismiyati pun mengakui hal itu. Ismiyati rela dibunuh,
dipenjarakan, dihukum apa saja asal dia bisa mencintai Suwarto.
Resolusi
pada naskah ini ditandai dengan munculnya Sulaiman yang menyangkal penyataan
Ismiyati. Sulaiman mengakui bahwa dirinyalah yang mendorong Mursiwi ke rel
kereta api karena ia merasa ditipu cintanya oleh Mursiwi. Akhirnya, Suwarto pun
meminta maaf kepada Ismiyati dan mulai belajar untuk mencintai Ismiyati.
·        
PENOKOHAN
Penokohan
yang tedapat pada naskah “Senja dengan Dua Kelelawar” ini digambarkan dengan
sangat jelas sekali pada teks keterangan ataupun pada dialog. Tokoh diuraikan
siapa dia, posisinya di masyarakat (sosiologis), kemudian dijelaskan juga
kondisi emosional tokoh, bagaimana cara tokoh menghadapi permasalahan
(psikologis). Dan menurut saya hal tersebut sudah sangat jelas meskipun
fisiologis tokoh tidak diuraikan secara detil disini. 
·        
SETTING
Setting tempat
Naskah ini
mengambil setting di Jogjakarta, atau di daerah sekitarnya. Kita bisa menarik
kesimpulan dari makanan yang dibawa oleh Ismiyati untuk para petugas Stasiun.
Saat itu Ismiyati membawa bakpia, yang merupakan makanan khas Jogjakarta dan
daerah-daerah sekitarnya.
Waktu
Waktu yang di
setting dalam naskah ini adalah waktu pada saat naskah ini dibuat, yaitu
setelah tahun 1950 an. Terlihat dari norma-norma yang yg berlaku pada saat itu,
yang tentunya berbeda dari sekarang. Disitu muncul kekhawatiran ayah Ismiyati
atas tuduhan orang, juga dari pemilihan kata dan struktur kalimat dalam
dialognya.
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar