Kamis, 03 Mei 2012

ANALISI NASKAH KONVENSIONAL "SENJA DENGAN DUA KELELAWAR"


STRUKTUR NASKAH
·         ALUR
Alur yang terdapat pada naskah “Senja dengan Dua Kelelawar” adalah alur konvensional, yaitu adanya introduksi, klimaks, dan resolusi. Introduksi, yang berada di awal cerita digulirkan, yaitu pada saat Ismiyati mulai memperkenalkan konflik batin yang melandanya. Rasa cintanya terhadap Suwarto yang ternyata memilih wanita lain untuk dinikahi. Juga adanya kekhawatiran ayah Ismiyati yang belum juga mau menerima lamaran dari orang lain, dan justru  berencana memisahkan Suwarto dan Mursiwi.
Kemudian, suasana tegang mulai bergulir perlahan hingga pada akhirnya memuncak (klimaks) pada saat kematian Mursiwi dan mursidi, ayah Ismiyati menuduh anaknya sendiri lah yang membunuh Mursiwi. Konflik terus memuncak ketika Suwarto pun menuduh Ismiyati pembunuhnya dan Ismiyati pun mengakui hal itu. Ismiyati rela dibunuh, dipenjarakan, dihukum apa saja asal dia bisa mencintai Suwarto.
Resolusi pada naskah ini ditandai dengan munculnya Sulaiman yang menyangkal penyataan Ismiyati. Sulaiman mengakui bahwa dirinyalah yang mendorong Mursiwi ke rel kereta api karena ia merasa ditipu cintanya oleh Mursiwi. Akhirnya, Suwarto pun meminta maaf kepada Ismiyati dan mulai belajar untuk mencintai Ismiyati.

·         PENOKOHAN
Penokohan yang tedapat pada naskah “Senja dengan Dua Kelelawar” ini digambarkan dengan sangat jelas sekali pada teks keterangan ataupun pada dialog. Tokoh diuraikan siapa dia, posisinya di masyarakat (sosiologis), kemudian dijelaskan juga kondisi emosional tokoh, bagaimana cara tokoh menghadapi permasalahan (psikologis). Dan menurut saya hal tersebut sudah sangat jelas meskipun fisiologis tokoh tidak diuraikan secara detil disini.

·         SETTING
Setting tempat

Naskah ini mengambil setting di Jogjakarta, atau di daerah sekitarnya. Kita bisa menarik kesimpulan dari makanan yang dibawa oleh Ismiyati untuk para petugas Stasiun. Saat itu Ismiyati membawa bakpia, yang merupakan makanan khas Jogjakarta dan daerah-daerah sekitarnya.

Waktu
Waktu yang di setting dalam naskah ini adalah waktu pada saat naskah ini dibuat, yaitu setelah tahun 1950 an. Terlihat dari norma-norma yang yg berlaku pada saat itu, yang tentunya berbeda dari sekarang. Disitu muncul kekhawatiran ayah Ismiyati atas tuduhan orang, juga dari pemilihan kata dan struktur kalimat dalam dialognya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar