Di sebuah dunia yang sangat biasa, hiduplah seorang gadis yang mempercayai dirinya lebih dari apapun. Ia percaya dengan pandangannya terhadap diri sendiri. Bila ada orang ataupun situasi yang pada akhirnya (nampak) mendefinisikan dirinya, Ia hanya akan tersenyum, mendengarkan, dan menganggap hal itu sebagai perbedaan pendapat yang tidak terlalu penting untuk dimasukkan ke dalam pikiran, apalagi hati. Ia percaya bahwa dirinya adalah seorang manusia yang kuat, hampir sangat jahat, tidak berperasaan, suka berbohong, sangat pintar, cerdik, buruk rupa, teguh pendirian, dan egois. Dengan kualitas diri tersebut, sang gadis percaya bahwa dia akan mampu menghadapi situasi apapun. Dia yakin bahwa kekerasan hatinya akan melindungi dirinya dari segala macam sakit, perasaan maupun fisik.
Gadis itu memandang remeh pertemanan massive yang nampak palsu di matanya. Ia memiliki sedikit teman yang berkualitas, yang saling memahami dan tulus (mengingat semua sifat buruknya, tentu tidak banyak orang yang akan mau dan bertahan). Dia membenci laki-laki yang pintar berdiplomasi, dan ramah. Ia lebih memilih laki-laki sangat pendiam yang menurutnya hanya akan berbicara dengan dirinya, dan hanya dirinya lah yang mampu memahami lelaki tersebut. Gadis itu mengkonstruksi dunianya sendiri, dan membangun tembok yang sangat tinggi mengitarinya sehingga tidak satupun yang akan benar-benar tahu apa yang dipikirkan dan dikhawatirkannya. Orang lain hanya akan melihat dia selalu baik-baik saja. Jikapun da yang pada akhirnya bertanya, Ia akan mengarang permasalahan lain yang lebih sederhana, dan ia sampaikan berlebihan, sehingga orang akan menganggap dia sebagai gadis yang rapuh dan bodoh. semua nampak sempurna dan sesuai apa yang dia pikirkan. Segala permasalahan yang muncul pun telah dia prediksi sebelumnya.
Sampai suatu hari dia menemukan sebuah cermin ajaib yang menunjukkan beberapa hal yang menghancurkan gambaran ideal dari apa yang paling ia percayai di dunia ini, yaitu dirinya sendiri. Teman yang Ia banggakan (meskipun dalam hati) sebagai wujud kecerdasannya mengambil sikap dan memilih pergaulan ternyata tidak lebih baik dari teman-teman palsu yang dimiliki teman-temannya (yang selalu ia ejek dalam hati). Lelaki yang dipilihnya, ternyata hanya nampak pendiam di hadapannya karena telah mengetauhi pilihan seleranya. Lewat cermin itu juga dia akhirnya tahu bahwa dia lah yang justru telah banyak dibohongi oleh orang-orang terdekatnya, dimana Ia sama sekali tidak mungkin bisa berbohong. Ia pun ternyata menerima beberapa kecurangan, dan ternyata Ia telah merasakan sakit lebih dari yang dia percayai.
Hujan turun waktu itu, berduka atas apa yang telah menimpa Sang Gadis. Di tengah kesedihannya, Ia menemukan sendiri kalimat yang ditulisnya waktu masih kanak-kanak.
Gadis perlahan memahami, Ia tidak seharusnya berhenti percaya pada dirinya. Ia hanya harus merubah apa yang dirinya percayai.Jika pada suatu hari kamu meragukan hampir semua hal, maka duduk dan dengarkan hatimu. Kamu mungkin salah mempercayai sesuatu, namun tentu itu bukan dirimu. Sesuatu itu mungkin adalah hal yang ingin dirimu percayai, dan itulah yang akan menghancurkanmu. Bukalah mata, telinga dan hatimu baik-baik.
Dunia tetap berjalan semestinya, jam berdetak seperti biasanya, namun Sang Gadis telah tahu Ia harus memilih hal dan cara yang berbeda untuk hidupnya.
** Di kemudian hari Sang Gadis mengetauhi bahwa cermin ajaib yang ia temukan adalah sebuah cermin cermin biasa. ternyata selama ini Ia menggunakan cermin yang ia desain khusus untuk hanya menunjukkan hal-hal yang ia inginkan