Aku tidak tau
pasti siapa yang paling merugi. Mungkin nampak seperti kamu, atau malah aku.
Titian ini belum juga jelas akan lebih berat di sebelah mana. Yang aku tahu,
aku melakukannya hanya karena aku belum
ingin berhenti, bukan masalah untung rugi. Kamu mungkin akan menyumpahiku, atau
malah tertawa karena bahagia tidak harus berusaha keras berada disisiku.
Aku terbiasa
menahan semua perasaanku. Membenci ataupun
mencintai diam-diam, keduanya seperti menelan makanan saat radang
tenggorokan. Menyakitkan. Apalagi jika merasakan keduanya bersamaan, kepada
satu orang.
Kamu mungkin
paham, atau malah sama sekali tidak, tentang betapa inginnya aku membuatmu
bahagia. Betapa inginnya aku melihatmu meraih semua yang kamu inginkan. Betapa
sedihnya aku saat melihatmu terluka, sementara aku tidak mampu melakukan
apa-apa.
Aku mencintai
dengan sangat mengerikan. Aku akan memaafkan semua kesalahan orang yang
kucintai. Aku akan meletakkan segala macam logika yang selama ini kujunjung
tinggi. Aku akan menempuh cara apapun demi melihat binar di mata orang yang
kucintai. Aku bahkan bersedia melukai diriku sendiri untuk ditukar dengan
seulas senyumnya. Berlebihan, memang. Oleh sebab itu aku membencinya. Membenci
keadaan dimana aku jatuh cinta. Terlebih padamu. Saat bahkan aku belum cukup
mencintai diriku sendiri. Aku hampir yakin aku akan tumbang. Hanya tinggal
menunggu waktu. Karena aku terbiasa bertanggung jawab terhadap segala
perbuatanku, termasuk jatuh cinta.
Aku tidak akan
membebanimu dengan apa yang aku rasakan. Ini adalah sepenuhnya milikku. Rasaku.
Cintaku. Kumohon jangan ikut campur, dengan bertanya bagaimana dan
mengatasnamakan kita.