Rabu, 07 Oktober 2015

catatan usai pertemuan



Terimakasih atas pertemuan kemarin (#daruratseni : SENIMAN DAN ISI KEPALANYA).
Saya mengerti geram yang berujung senyum entah sinis, entah jengkel (atau gemas?) yang terbaca dari hampir semua mata; baik yang terang mengungkap kesal, pun yang berucap terimakasih.
Maafkan, Saya memang keras kepala dan menjengkelkan.
Dan agar tidak disangka orang baik (apalagi Cuma disangka), saya ingin meralat ucapan saya. Setelah berfikir beberapa waktu, mungkin memang benar kata salah satu teman yang hadir kemarin, bahwa saya tidak melakukan ini untuk siapapun (adik-adik kelas apalagi), saya melakukan ini semua untuk diri saya sendiri.  Kemudian saya mencatatnya agar diri saya tidak lupa (dan tidak perlu mengulangi babak ini lagi dalam fase selanjutnya).
Dari pertemuan kemarin saya akhirnya tahu, bahwa tidak hanya saya yang (sebenarnya) takut kesepian (bukan kesendirian). 
saya tahu bahwa ada yang mempersiapkan dirinya sebagai seorang aktor setiap saat: tubuh, pikiran, dan rasa yang terbuka terhadap segala kemungkinan, setiap saat! Dan itu (mungkin) akan membuat kita lebih rileks menghadapi hari, karena kita tidak berekspektasi apapun terhadap orang dan situasi.
 
Saya juga mendengar nasehat penuh kasih untuk tidak terancam dengan pencapaian orang lain, karena proses di dalam diri yang kita lalui jauh lebih penting dari apapun, termasuk keberhasilan itu sendiri. 
Dalam pertemuan itu saya juga melihat beberapa pasang mata yang tulus memperhatikan, telinga yang ikhlas mendengarkan, dan hati yang mensyukuri sebuah pertemuan, mereka tidak banyak berkata, namun dari senyumnya saya yakin mereka orang-orang yang lebih berbahagia (setidaknya daripada saya).
Saya membaca banyak kegelisahan, baik pada keadaan yang dihadapi ataupun terhadap diri sendiri. 
Saya pun melihat banyak singa muda yang mengira dirinya domba hanya karena ukuran tubuh; yang lantas membuat saya bercermin, takut saya adalah sebaliknya, hanya karena ego dan besar kepala.
Dan...

Akhirnya ada pula yang mengungkapkan lewat kata tentang “mendengar apa yang tidak dikatakan, membaca apa yang tidak benar tertera, dan melihat apa yang tidak dilakukan dengan dengan jelas”, hal itu sangat berarti bagi orang canggung seperti saya. Selama ini, saya kesulitan untuk mengungkapkan apa yang benar saya rasakan. Saya selalu mengacaukan semuanya, saya hampir selalu gagal bersikap “baik” dan menyenangkan; meskipun saya sebenarnya menginginkannya (namun ini rahasia, karena saya tidak mau disangka baik. Apalagi cuma disangka)

Sekali lagi maafkan saya yang keras kepala dan menjengkelkan.

Salam.
Gayuh Juridus Gede Asmara.