Dalam sebuah ruangan sempit berwarna merah ini, banyak hal terjadi. Banyak orang datang dan pergi. Keluar dan masuk membawa pergi atau menambah sesuatu sehingga segalanya selalu berubah setiap waktu. Tak pernah sama. Terkadang, seiring dengan turunnya hujan diluar sana, ruangan ini bisa menjadi benar-benar dingin. Namun, meski di luar sana panas menyengat, disini jarang sekali terasa panas. Disini hanya terasa kering. Benar-benar kering. Namun tetap dengan aroma basah bekas hujan yang sebenarnya selalu turun, apapun musimnya.
Di ruang ini ada banyak sekali kursi. Berbeda beda bentuknya. Semua indah. Mungkin lebih tepat unik. Semua orang yang pernah ke ruangan ini memiliki kursinya sendiri-sendiri. Tak pernah sama. Suatu hari, di saat usiaku baru 15, seseorang datang. Dia duduk di kursi yang sangat indah. Lebih indah dari kursi yang kuberikan pada sahabatku saat umur 9 tahun. Dia seorang laki-laki bermur 24 tahun. Sangat jauh dari usiaku. Sebenarnya aku baru mengenalnya saat itu, namun entah kenapa aku mengijinkannya masuk ke ruangan ini dan menempati kursi paling indah disana. Dia menempatkan banyak sekali bunga di ruangan ini, dan aku menyukainya. Ruangan ini semakin indah dan bersinar-sinar dengan kedatangannya. Meski terkadang ia menjatuhkan sesuatu sehingga ruangan ini menjadi kotor atau bahkan retak dindingnya, aku tak pernah marah. Diapun memberikanku kunci suatu ruangan yang kubawa hingga saat ini, 5 tahun setelah ia harus meningalkan ruangan ini. Sebenarnya aku ingin sekali mengunjunginya di ruangannya, namun aku takut… aku takut aku berharap dia kembali datang berkunjung ke ruanganku. Akhirnya kuputuskan untuk memaketkan kunci yang ia berikan padaku, agar ia bisa memberikannya pada orang lain suatu saat nanti.
Ketika aku lulus SMA dan laki-laki itu masih sering berkunjung, sahabatku yang kukenal sejak aku masih tk memutuskan untuk tak pernah kembali lagi ke ruangan ini karena aku tak mau memberikan kursi indah seperti milik laki-laki itu padanya. Dia mematahkan kursi miliknya dan membuang fotonya di dinding ruangan ini. Aku sangat bersedih. Namun laki-laki yang saat itu masih sering berkunjung menghiburku. Aku tak pernah mendengar kabar dari sahabat laki-lakiku itu hingga kini. Aku masih menunggunya berkunjung ke ruangan ini suatu saat nanti… aku merindukannya..
Sepeninggal laki-laki itu.. tak ada orang baru yang kuijinkan masuk. Aku hanya menerima mereka di luar pintu, semenarik apapun pembicaraan mereka. Hingga suatu saat, 4 tahun setelahnya. Aku memberikan kursi baru untuk teman yang telah kukenal baik selama dua tahun. Aku memberinya sebuah kursi yang tak kalah indah dengan kursi yang kuberikan pada laki-laki 4tahun lalu itu. Teman istimewaku itu menambahkan banyak jendela di ruanganku sehingga aku bisa melihat ke arah luar dari banyak sisi. Ia juga menambal atap yang bocor dan dinding yang retak. Dia tidak membawa banyak bunga seperti laki-laki itu. Tapi dia membuatku ruangan ini semakin nyaman. Aku memberinya kunci ruangan ini, agar ia bisa datang kapanpun ia mau. Dia memainkan musik setiap waktu membuat ruangan ini benar-benar indah dan luar biasa untuk ditempati. Dia menambah perapian sehingga ruangan ini benar-benar hangat. Dia juga membawa serta keluarganya dan teman-temannya ke ruanganku. Dengan senang hati kuberikan kursi kursi terbaikku untuk masing-masing dari mereka. Ibunya menuruhku untuk mempertebal dinding ruangan ini agar tak mudah retak. Teman-temannya banyak membawa barang dari ruangan mereka sehingga ruangan ini semakin semarak. Aku sangat bahagia… tak pernah sebahagia ini. Ibuku senang melihat keadaan ruanganku yang baik. ia tak pernah menyangka aku akan mampu memperbaiki ruanganku setelah rusak parah dan tak terurus selama 4 tahun. Semua orang berbahagia…..
Satu tahun berlalu… suatu malam, seseorang mengetuk pintu ruangan ini. Aku melihat dari jendela siapa yang datang. Aku melihat sesosok asing sedang berdiri di depan pintu sambil menggigil kedinginan. Badannya basah kuyup meskipun di luar sana tak sedikitpun turun hujan. Tanpa kata-kata aku menyuruhnya masuk dan memberinya kursi yang biasa kuberikan pada teman-temanku. Namun dia berbuat banyak. Lebih dari yang semestinya dilakukan orang yang duduk di kursi seperti itu. Dia mengganti lampu di ruangan ini sehingga ruangan ini bersinar kuat seperti ketika laki-laki 5 tahun lalu datang di ruanganku. Dan keajaiban mengikuti. Bunga-bunga mulai bermekaran di luar jendela. Dan hanya dengan pandangan mata aku bersedia ketika ia mengajakku ke ruangannya. Aku membantunya membenahi segala yang tampak kacau di ruangannya. Membantunya mengeringkan lantai yang penuh air, menambal atap dan dindingnya, dan memasang fotoku di dindingnya. Aku merasa berguna, aku merasa hidup…
Aku tak merasa ada yang salah sampai ketika teman istimewa yang menjadi penghuni tetap ruanganku marah dengan tamu misterius yang banyak mengubah isi ruangan. Dia merasa terganggu dan kehilangan privasi di ruangan ini. Dan dengan suatu alasan yang kompleks tamu misteriusku itu menghilang. Hanya tinggal aku dan teman istimewaku. Seharusnya kami bisa kembali bahagia dan mengembalikan keadaan ruangan seperti semula. Namun itu tak pernah terjadi. Teman istimewaku tak pernah lagi menyalakan perapian ataupun memainkan musik. Ia bahkan mulai melempar barang-barang dan meninju dinding hingga retak. Aku hanya duduk memandangi kursi-kursi. Aku tidak menyesali apapun dan siapapun yang pernah datang dan pergi… merusak atau memperbaiki ruangan ini. Aku juga tidak menahan siapapun untuk bertahan disini. Itulah yang kulakukan ketika teman istimewaku memilih pergi. Aku tetap melakukan yang harus kulakukan. Mengecat temboknya, membersihkan debunya, dan memainkan musik nya sendiri. Seperti yang kupelajari dari tamu misteriusku, akulah yang harus bertanggung jawab atas ruanganku. Bukan siapapun.. apapun. Karena orang datang dan pergi, dan akulah satu-satunya penghuni tetap ruangan merah ini.
24 september 2011, dini hari.
